![]() | |
(Sumber foto: belajarfoto.file.wordpress.blogspot.com) |
Shalat
merupakan inti dari isro’ dan mi’roj. Bagi yang mengerjakannya, shalat
merupakan kebutuhan bukan beban.
Dr
Quraiys Shihab menjelaskan, shalat dibutuhkan pikiran dan akal manusia, karena
merupakan pengenjawantahan dari hubungannya dengan Allah. Dalam shalat
terjadi dialog mesra,
antara
lain, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”
(Hanya kepadaMu kami menyermbah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan). Percakapan intim hamba dengan Tuhan.
Shalat
merupakan kebutuhan jiwa. Semua orang
pasti mengalami bingung. Dalam suasana seperti itu, mereka menyampaikan
harapan kepada Allah. “Ihdinashshiratal
mustaqim” (Tunjukkan kami ke jalan yang lurus), sebuah harapan hamba kepada
Allah.
Shalat
juga dibutuhkan oleh masyarakat, tulis Dr Quraish Shihab. Sebab, shalat dalam
pengertian yang luas merupakan dasar-dasar pembangunan. Orang Romawi Kuno
mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang hingga kini tetap
mengagumkan para ahli, juga karena adanya dorongan tersebut.
Alexis
Carrel menyatakan, ”Apabila pengabdian, sembahyang dan do’a yang tulus kepada
Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka itu
berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat.
Sebuah
penegasan dari seorang sarjana yang tidak
berlatar belakang pendidikan agama, namun muatannya sarat nilai agama
Alexis Carrel yang dua kali mendapat hadiah Nobel mengakui kehebatan
pengabdian, do’a dan shalat bagi pembentukan masyarakat. Bisa disejajarkan
dengan istilah lain buah dari
pengabdian, do’a dan shalat dapat melahirkan manusia yang khusyu’ sosial.
Selingkuh Spiritual
Salah
satu ‘buah’ shalat adalah lahirnya manusia yang khusyu’ sosial. Artinya, dia
bukan hanya fasih dalam melafalkan bacaan shalat, tetapi juga bisa mewujudkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Bacaan shalat dijadikan motivator melakukan
kebaikan di luar shalat.
Indikasinya,
orang yang shalatnya khusu’ maka dalam bermasyarakat sikapnya jujur, adil,
amanah, memiliki etos kerja tinggi kuat iman. Ia selalu berupaya menjaga
hubungan dengan Allah agar selalu mesra sebagai wujud iman dan shalatnya. Dalam
setiap aktivitas hidupnya ada satunya kata dengan perbuatan.
Orang
yang shalatnya bagus memantulkan jiwa suci dan berprilaku terpuji. Tidak
perduli dia hidup di desa, tidak berpendidikan, dan mungkin dari materi sangat
kekurangan namun tetap qonaah (mau
menerima apa adanya). Tidak melacurkan diri dalam kebohongan publik. Intinya
orang yang shalatnya baik, akan terhindar dari perbutan keji dan munkar.
Itulah
yang menyebabkan Umar ibnu Khottob terperangah ketika mendengar jawaban pemuda
desa yang yang sehari-hari sebagai pengembala ternak ketika ketika dibujuk Umar
agar mau menjual seekor kambing milik majikannya ia menolak. “Majikanmu tidak
mungkin tahu, kalau ditanya katakan kambing itu diterkam serigala,” ucap Umar
menguji.
“Majikan
meang tidak tahu kemana kambing hilang, tetapi di mana Allah?.” Menurut pemuda tadi, Allah mengetahui apa
saja yang dilakukan hamba-Nya. Allah maha tahu apa yang dilakukan hamba-Nya
dilakukan sembunyi-seumbunyi apalagi terang-terangan. Allah mencatat setiap
gerak-gerik hati hamba-Nya.
Orang
yang mempermainkan Allah dengan perilaku tidak terpuji secara sosial dan
perilaku dan serong secara vertikal, maka hal itu berarti telah melakukan selingkuh
spiritual.
Ia
mempermainkan cintanya kepada Allah dengan melakukan ‘selingkuh’ cinta pada
yang lain. Kecintaan jiwanya yang bercabang acap kali membuat cinta kepada
Allah tertutupi bahkan terkalahkan cinta pada yang lain misalnya: harta,
jabatan, anak, dsb. Cinta yang melenceng menyebabkan memintanya bukan kepada
Allah tetapi kepada yang lain seperti kepada benda benda yang dianggap keramat
seperti kuburan, gunung, pohon besar, dan sebagainya.
Dan
selingkuh seperti ini bisa memancing kemarahan Allah. Setidaknya, hamba yang
berperilaku seperti itu terkena stempel sebagai orang syirik atau menyekutukan
Allah. Dan, dosanya tidak bisa diampuni karena termasuk dosa besar. Untuk
mencegah semua itu kuncinya satu: memperbaiki shalat.
Agar
semangat melaksanakan shalat tidak kendor, maka perlu terus ditelisik apa
sebenarnya rahasia di balik pembagian lima waktu, apa saja keistimewaannya,
dsb. Agaknya apa yang disampaikan Nabi Saw kepada orang Yahudi itu sangat
bermanfaat. Pertanyaannya, kapan shalat kita bisa benar dalam arti bisa
menumbuhkan rasa cinta mendalam kepada Allah dan shalat yang bisa mencegah
perbuatan keji dan munkar. *
0 komentar:
Posting Komentar