![]() |
(Sumber gambar : ummuyasir.files.wordpress.com) |
Ali bin Abi Tholib mengatakan, kita jangan menjadi mayat berjalan atau mayat hidup. Yaitu pribadi yang tidak diperhitungkan oleh orang lain. Hidupnya tidak memberi arti apa-apa. Keberadaan kita tidak punya makna. Orang seperti ini sering dianggap sebagai parasit dalam kehidupan.
Dia mungkin punya jabatan penting, tapi jabatannya tidak memberi
manfaat bagi orang lain. Justru dengan jabatannya malah mendatangkan masalah
bagi orang lain. Mungkin dia kaya tapi kekayaannya tidak mendatangkan manfaat.
Bisa jadi dia orang berilmu, namun ilmunya malah mencelakakan orang lain.
Jadilah kita orang yang benar-benar hidup. Yaitu mempunyai arti bagi
orang lain. Hidup yang dibutuhkan oleh sesama. Hidup yang menggenapkan bukan
mengganjilkan. Hidup yang mampu menoreh sejarah penting bagi kehidupan, dan
ikut mewarnai peradaban suatu bangsa.
Orang seperti ini akan merasakan bahagia. Orang bahagia itu kata Yahya
bin Khalid Al Barkamy karena adanya, “ Sentosa perangai, kuat ingatan,
bijaksana akal, tenang, dan sabar dalam menuju suatu tujuan.”
Kematian itu, tulis Prof. Dr. Hamka ada kematian iradat dan kematian tabiat. Kematian iradat ialah kematian
kemauan dari dunia yang tidak berguna, ambil yang perlu saja, matikan syahwat
dari kehendak yang diluar batas, matikan
nafsu kelobakan dan tamak, matikan memburu harta sehingga melupakan kesucian.
Lalu diluruskan iradat itu kepada hidup yang lebih tinggi.
Sedang kematian tabiat adalah bilamana jiwa telah meninggalkan badan.
Para bijak mengatakan mati sebelum mati. Istilah Ali bin Abi Tholib, mayat
hidup.
0 komentar:
Posting Komentar