![]() |
(Sumber gambar:cdn.kisahmuslim.com/wp-content/uploads) |
Bagi calon jamaah haji --manasik dilakukan secara rutin.Kalimat talbiyah diperdengarkan kepada calon tamu Allah itu. Jiwanya semakin dekat saja dengan masjidil haram, dan ingin segera “bertemu” Allah di tanah suci. Hati bergelora, berkecamuk rasa rindu kepada Sang Khaliq.
Tampak ada yang mengusap air mata. Ada yang mengucapkan kalimat Labbaik Allahumma labaik...dengan eskpresi serius. Seolah sudah berada di tanah suci.
Tergambar bagaimana bahagianya berada di bumi yang sangat dicintai Allah.
Setiap hari rukuk, dan sujud bersama orang-orang alim se dunia. Di Mekah dan Madinah, dijumpai hamba dengan ragam warna kulit, bahasa, asal
Negara, kultur dan tata cara yang tidak sama. Mereka ingin menghambakan
diri yang terbaik dan dalam anggapannya ingin menyampaikan
taubat yang maksimal atas dosa yang pernah dilakukan selama hidup.
Dengan hati suci
mereka berangkat. Dibuangnya rasa dengki,
benci, ria, sum’ah (ingin tersohor), dan hati tidak ikhlas. Lima macam jenis
hati jelek dihindari jauh-jauh, yaitu hati yang berpenyakit, hati yang keras,
hati yang membatu, hati yang mati serta hati yang terkunci rapat dari hidayah.
Semua diasah jauh hari sebelum berangkat. Justru sebaliknya, mereka menjaga
hati menjadi hati yang baik, yaitu hati yang menurut al-Qur’an apabila disebut
nama Allah, bergetar dan apabila disebut ayat-ayat-Nya, maka bertambah imannya.
Itulah kondisi jiwa para jamaah haji sejak manasik dilakukan.
Dengan “bekal” hati seperti itu, maka gelora kerinduannya
semakin tidak terbendung. Bertambah dekat hari “H” keberangkatan, semakin tak
terbendung kerinduannya kepada Allah. Maka, wajar kalau sebagaian dari mereka
ada yang sampai bermimpi dalam tidurnya, mimpi berasa di Mekah, mimpu bertemu
Rasul SAW, dan mimpi yang baik lainnya.
Semua jamaah haji bertekad untuk beridah dengan
sungguh-sungguh. Mereka terdorong pernyataan Nabi SAW yang mengatakan bahwa
shalat di Masjidil Haram mendapat keutamaan 100 ribu kali shalat di masjid
lain.
Sedang shalat di Masjid Nabawi mendapat keutamaan 1000 kali dari masjid
di tempat lain, di luar tanah suci.
Belum lagi, dua kota ini memiliki magnit
spiritual yang luar biasa, yaitu tempat-tempat mustajabah bagi muslim jika berdoa. Di Mekah ada Multazam,
Rukun Yamani, Maqom Ibrahim Hijir Ismail, Arofa, dll. Sedang di Madinah ada
Raudhoh sebagai tempat yang mustajabah bagi orang yang berdoa.
Maka, selama di tanah suci, setiap jamaah merasa sangat dekat
dengan Allah. Mereka tidak punya pikiran kotor.
Misalnya, ingin mengambil harta
orang lain, atau ingin melampiaskan hawa nafsu birahi kepada wanita lain yang
bukan muhrimnya. Hatinya tawadhuk, pandangannya merunduk, dan jiwanya selalu
terkontrol. Apalagi ada “ketentuan” bahwa seseorang yang memiliki hasrat
berbuat negative akan langsung diperingatkan oleh Allah, maka semuanya takut melanggarnya.
Bagaimana kalau menemukan sesuatu? Biasanya, mereka
menyerahkan kepada pihak berwenang, atau membiarkan barang tersebut berada di tempatnya. Yang sedikit “berani”
mengambil barang temuan tersebut tetapi tidak diambil sendiri, melainkan
diserahkan kepada pengemis, atau petugas kebersihan (cleaning service) di
masjid.
Dengan demikian, kerindun kepada Allah disertai dengan perilaku yang
benar. Alangkah indahnya kalau kebiasaan seperti ini dibawa ke negeri para
jamaah, termasuk Indonesia, maka tidak akan terjadi korupsi dan tindakan
kriminal lain. (*)